Monday, December 15, 2014

DATA DAN FAKTA NEOLIBRALISME BIKIN SULIT NEGARA INDONESIA

* 1. Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa Susilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia) milik pemodal swasta/asing(Sumber : Salamuddin Daeng(SD), Insititut Global Justice (IGJ)

* 2. Sebanyak 85% kekayaan migas, 75% kekayaan batubara, 50% lebih kekayaan perkebunan dan hutan dikuasai modal asing. Hasilnya 90% dikirim dan dinikmati oleh negara-negara maju. Sementara China tidak mengekspor batubara, Sekarang kita harus bertarung di pasar bebas dagang dengan China – Asean. Ibarat petinju kelas bulu diadu dengan petinju kelas berat dunia. Pasti Knock-Out ! Siapa yang melindungi rakyat dan tanah tumpah-darah kita ini?(Sumber : SD-IGJ)

* 3. Beberapa tahun terkhir kita impor 1,6 juta ton gula, 1,8 juta ton kedelai, 1,2 juta ton jagung, 1 juta ton bungkil makanan ternak, 1,5 juta ton garam, 100 ribu ton kacang tanah, bahkan pernah mengimpor sebanyak 2 juta ton beras(Sumber : RR) Pastinya ada yang salah dengan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia menyangkut sektor pertanian. Pasti juga ada agen kapitalis yang bermain di balik penindasan yang terjadi terhadap para petani Indonesia ini.

* 4. Penerimaan negara dari mineral dan batubara (minerba) hanya 3 persen (21 trilyun pada tahun 2006). Padahal kerusakan lingkungan dan hutan yang terjadi sangat dahsyat dan mengerikan!. Devisa remittance dari para tenaga kerja Indonesia (TKI) saja bisa mencapai 30 trilyun pada tahun sama.[Sumber : Tjatur Sapto Edy-(TSE)] Jadi kemanakah larinya hasil emas, tembaga, nikel, perak, batubara,timah,aluminium dan seterusnya, yang ribuan trilyun itu?…

* 5. Dari permainan ekspor – impor minyak mentah, pelaku perburuan rente migas ‘terpelihara’, dan setiap tahun negara dirugikan sampai 4 trilyun. Namun menguntungkan ‘oknum’ tertentu yg dikenal sebagai MR TWO DOLLARS dan memiliki hubungan dg penguasa(Sumber : RR).Inikah penyebab pansus BBM DPR RI tdk berkutik ? Malah mantan ketua pansus yang gagal itu jadi MENTERI.

* 6. Disepakati kontrak penjualan gas (LNG) ke luar negeri dengan harga antara tiga hingga 4 dollar Amerika/mmbtu. Padahal saat kontrak disepakati harga pasar internasional US$ 9/mmbtu(Sumber : TSE). Gas dipersembahkan buat siapa? Siapa yang bermain?

* 7. Dengan standar buatan Indonesia orang miskin di negeri ini tahun 2006 berjumlah 39 juta (pendapatan perhari 5.095,-) Tapi kalau memakai standar Bank Dunia/standar internasional US$ 2 per hari, maka orang miskin di Indonesia lebih kurang 144 juta orang (65%)(Sumber : FB). Lalu apa yang kita banggakan dari pemimpin bangsa ini?

* 8. Dengan 63 hypermarket, 16 supermarkets di 22 kota (termasuk 29 hypermartket Alfa dan jaringannya di seluruh Indonesia), maka Carefour Indonesia (komisarisnya jenderal-jenderal) total menguasai bisnis ritel. Bagaimana nasib jutaan warung-warung kelontong milik rakyat kecil? Atas nama liberalisme pasar semua digusur?

* 47. Disatu sisi APBN dalam 5 tahun terakhir meningkat 100%. Sumbngan dari pajak 70%, khusus dari PPH dan PPN significant. Tapi subsidi terus menurun dari 23,69% tahun 2005 menjadi 14,29% tahun 2010(Sumber ; SD-IGJ). Padahal kenaikan APBN seharusnya makin memperkuat BASIS KEBIJAKAN EKONOMI KERAKYATAN/ NASIONAL. bukan malah memberi stimulus fiskal(73 triliun tahun 2009 dan 60 triliun tahun 2010) kepada sektor swasta/asing. Pencabutan subsidi listrik/kenaikan TDL (yang sangat memberatkan rakyat!) misalnya bukankah salah satunya karena ingin mengakomodir kepentingan perusahaan2 asing yang ingin investasi disektor kelistrikan? APBN mengabdi untuk siapa?

* 48. Meskipun China dan India impor minyak masing masing 60% dan 80% dari kebutuhan dalam negerinya tapi tetap mensubsidi rakyatnya. INDONESIA yang punya cadangan 80 miliar barel (seharusnya bisa memproduksi 1,5 jt barel/hari daripada sekarang yang cuma 960 ribu) dan jauh lebih besar potensi minyaknya dari kedua negara tsb (Sumber : DR.KURTUBI),malah sibuk dengan rencana mengurangi subsidi utk rakyatnya. Padahal Indonesia masih punya cadangan gas yang luar biasa yang bisa mengganti peran minyak di industri. Mengapa subsidi utk rakyat yang terus diutak atik? Bukankah masih BANYAK PILIHAN KEBIJAKAN utk membela rakyat dan MEMPERKUAT BASIS EKONOMI KERAKYATAN melalui KEBIJAKAN MIGAS tanpa harus mengurangi subsidi? Minyak dan gas salah kelola? Dipersembahkan buat siapa?

* 49. Struktur sektor perbankan secara umum tlah dikuasai asing. Bank yg dominan saham asing ; DANAMON (68,83%), BUANA(61%), UOBI(100%), NISP(72%), OCBC(100%), CIMB NIAGA(60, 38%) BII(55,85%), BTPN(71,6%). Meskipun msh minoritas tapi BANK PANIN dan PERMATA masing2 sdh dikuasai asing dengan 35% dan 44,5%. Tahun 2011 akan dijual/privatisasi 10 BUMN, termasuk MANDIRI dan BNI .Selama 5 thn (2004- 2009) kredit bank asing Cuma ngucur 19,34% dan sekarang cendrung turun.dibawah bank pemerintah/swasta nasional(Sumber : AE. YUSTIKA, INDEF). Kerja bank memang NYEDOT UANG, tapi sedotan bank asing lari kemana ya?

* 50. Kekayaan Indonesia 10 tahun terakhir ini meningkat 5 kali lipat menjadi Rp16.200 triliun, tertinggi peningkatannya di ASIA PACIFIC. Dari 232 juta penduduk Indonesia, 60ribu orang punya kekayaan diatas 1 juta USD( lk rp 9 M), 20%(46.400.000 orang)kekayaannya antara 10ribu USD sd 100 ribu USD(Rp 90jt sd Rp 900 jt). Delapan puluh(80%) atau 185.600.000 orang kekayaannya dibawah USD 10 ribu atau Rp 90 jt(Sumber: Riset Global Wealth Report). Kekayaan meningkat tapi hutan gundul, perut bumi dikuras habis. Yang maha kaya segelintir manusia. Yang miskin makin melarat. Yang maha kaya simpan duitnya dimana ya ?

KESIMPULAN
Setelah merenungi data/info tentang Indonesia dalam serial SMS tsb diatas maka perkenankanlah kami simpulkan sebagai berikut :


* 1.Benar bahwa Indonesia sejak awal Orba sampai sekarang telah terjebak dalam hutang yang dahsyat jumlahnya dan menjadi beban yang seakan tak berujung.

* 2. Akibat jebakan hutang yang besar dan berat tsb Indonesia TERSANDERA. Pihak asing dengan semangat kolonialis/imperialis “ meminta semacam kompensasi” yaitu dengan memberi keleluasaan kepada mereka utk menguasai/mengelola kekayaan alam(migas, mineral, batubara dll) dg alasan agar ada jaminan utuk membayar hutang yang berakibat secara politik dan ekonomi Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalis asing dan akibatnya sebagai bangsa menjadi TIDAK MANDIRI. Indonesia menjadi BANGSA KLIEN(istilah Kuntowijoyo).

* 3. Penetrasi penguasaan SUMBERDAYA STRATEGIS INDONESIA (migas, mineral, batubara, BUMN, perbankan, keuangan, pangan dll) oleh asing dilakukan selain melalui kontrak/ investasi bisnis juga secara simultan melalui “pengaturan” dalam paket UU yang dipandu dan dibiayai asing dan tentu saja (dengan sadar atau tanpa disadari) merugikan kepentingan nasional . Dengan berbagai rekayasa satu persatu BUMN/BANK di PRIVATISASI/dijual sehingga perlahan tapi pasti atas nama liberalisasi pasar jatuh dalam cengkeraman asing’.

* 4. Mengingat kekayaan SDA,BUMN/PERBANKAN,sebagian dalam kendali asing,maka mayoritas rakyat tidak dapat menikmati kekayaan bangsanya secara optimal dan puluhan juta(bahkan memakai kriteria Bank Dunia seratus juta lebih) hidup dalam kemiskinan “abadi”. Ini karena banyak kebijakan strategis (contoh :migas ,TDL,subsidi APBN dll) harus “lebih dulu” mempertimbangkan kepentingan para kapitalis/asing yang berakibat kerugian besar /derita bagi rakyat.Kebijakan tsb menjadikan segelintir antek antek kapitalis makin kaya raya. Empat puluh tahun “janji trickle down effect” tidak terbukti menyejahterakan rakyat dan cuma kebohongan, malah makin menimbulkan KESENJANGAN LUAR BIASA yang mengganggu RASA KEADILAN dan makin RAWAN BAGI PENEGAKAN NKRI.

* 5. Sejalan dengan dengan liberalisasi ekonomi dilakukan juga liberalisasi politik dalam wujud DEMOKRASI LIBERAL. Dalam prakteknya yang terjadi adalah DEMOKRASI KRIMINAL(kata RIZAL RAMLI dan RIDWAN SAIDI menyetujui dg mengatakan CRIME DEMOCRACY). P roses dan outputnya penuh kejahatan. Recruitment kepemimpinan bangsa / nasional yang dihasilkan oleh crime democracy sebagian dipenuhi kaum oportunis, kurang nasionalis, pragmatis, transaksional, hedonis,tak bervisi,leadership skill lemah dll sehingga KUALITAS KEPEMIMPINAN bangsa/nasional merosot tajam.Kinerja kepemimpinan mulai tingkat nasional hingga daerah banyak tidak memuaskan rakyat.Pemimpin tak mengatasi masalah tapi menjadi bagian dari masalah. KKN meratulela pada semua institusi/ level kepemimpinan. Keteladanan makin langka,kemunafikan menjadi “show” dipentas terbuka.Dari segi SDA/keuangan bangsa dikendali asing, dari segi SDM/LEADERSHIP keropos dan juga manut pada corporatokrasi/asing. Dua komponen strategis bangsa SDA dan SDM merisaukan.Akan jadi negara gagal seperti yang diramal Jared Diamond ?


* 6. Pemilu/Pilpres/Pemilukada/Kongres Partai telah menjadi ajang PEMBELAJARAN MONEY POLITICS bagi rakyat.Sehingga rakyat bawah yang biasanya “polos” menjadi bermental transaksional. PESTA DEMOKRASI tak ubahnya “PESTA KEBOHONGAN MASSAL” (kader partai/capres/cagub/cabup obral janji bohong). Para calon dan pemilih saling mengakali. BOHONG dan TIDAK JUJUR membudaya? Rasa saling percaya(trust) menurun drastis.saling curiga meningkat dan berujung pada meletusnya kekerasan dan anarki. POLITIK PENCITRAAN telah membuat sebagian rakyat tanpa sadar ‘mengagumi penipu”. Akibatnya banyak pemilih yang menyesal kemudian.Secara umum rakyat sebagai SENDI UTAMA NEGARA TELAH RAPUH secara mental dan moral. Banyak yang apatis dan tak peduli pada apa yang dihadapi bangsanya karena kebohongan demi kebohongan yang disaksikan. Inilah output lain DEMOKRASI KRIMINAL.

SARANPERTAMA, Praktek kriminal dalam demokrasi harus diakhiri agar outputnya melahirkan kader bangsa yang berkualitas. Mungkin dapat dipertimbangkan agar anggaran partai ditanggung negara dan iuran anggota, sehingga partai tidak dikuasai pemilik modal, bisa diaudit dan kader terbaik bisa eksis. Mengingat strategisnya kedudukan anggota DPR RI ( mengatur anggaran, membuat UU , pengawasan, melakukan fit and profer test pejabat pejabat penting negara dll) maka hemat kami rekruitmen anggota DPR RI tidak hanya diatur oleh partai masing masing dan diserahkan ke “mekanisme pasar yang sangat transaksional”(Pemilu yang penuh transaksi dan kejahatan). Terutama untuk caleg “nomor jadi” hemat kami harus digodok minimal setahun dalam semua aspek (knowledge, skill and attitude) dan bila perlu demi kepentingan negara disaring oleh KOMISI SELEKSI CALON PEJABAT NEGARA (penjelasan detail menyusul !) sehingga bukan caleg asal jadi dan selera subyektif penguasa partai yang sering KKN . Dengan demikian kita harapkan anggota parlemen berkinerja lebih baik, berwibawa di mata rakyat, dimata lembaga lembaga lain.

KEDUA, Untuk mencapai tujuan kemerdekaan sejati(agar rakyatsejaahtera dan tidak terbelenggu kemiskinan abadi) kiranya SELURUH ENERJI BANGSA (eksekutif, legislatif, yudikatif, tokoh bangsa, TNI, kampus, LSM,media massa, toga, tomas dan rakyat umumnya) BERSATU dan FOKUS dibawah panji PANCASILA / UUD45 berjuang bersama menguasai kembali (renegosiasi, eveluasi kritis, beli kembali/ buyback dll) SUMBER DAYA STRATEGIS yang terlanjur dominan dikuasai asing . Terhadap kontrak kontrak asing yang bermasalah(secara hukum,lingkungan, masalah tanah, dan merugikan rakyat) harus diambil alih oleh negara.Kita tidak anti asing, tetapi asing hanya sebagai PELENGKAP. Prioritas keberpihakan ditujukan pada membangun kedaulatan ekonomi nasional, bukan menjadi ANTEK ASING dengan membiarkan rezim neolib memperkosa bangsa. Atas pengelolaan/ penguasaan kekayaan alam oleh asing yang akan jatuh tempo kontraknya agar dikuasai kembali oleh negara. SDA lainnya yang belum dikelola sebaiknya disiapkan agar benar benar prioritas dikelola oleh kekuatan nasional. Semua UU yang merugikan negara(karena dibiayai asing!) khusus di bidang SDA, PANGAN,PERBANKAN,di amandemen. Hanya dengan cara ini INDONESIA akan MANDIRI dan BERDAULAT PENUH/MERDEKA SEJATI.Tidak dicocok hidungnya oleh korporatokrasi/neoimperialis/neokolonialis seperti sekarang ini sehingga nasib rakyat bagai tikus mati di lumbung dan kita hanya MENANGIS.


PENUTUPKerusakan dan kerawanan dalam bidang ideologi, pertahanan, pendidikan, sosial budaya, dll tentu ada ahlinya yang lebih kompeten menyimpulkan. Cukuplah kami sharing dengan issu utama diatas (politik ekonomi). Itupun sebatas “secuil pengetahuan dan penghayatan nurani” kami. Sangat kami yakini banyak yang lebih tahu dan jauh lebih cerdas tapi tak mau bersuara. Yang pintar dan tahu tapi tak mau bersuara/berbuat, kata orang bijak, ini juga KEJAHATAN.Ini juga masalah tersendiri di negara ini. Aduh memang ruwet bangsa ini…

Sunday, December 14, 2014

SIKAP







Semakin lama saya hidup, semakin saya sadar
Akan pengaruh sikap dalam kehidupan

Sikap lebih penting daripada ilmu,
daripada uang, daripada kesempatan,
daripada kegagalan, daripada keberhasilan,
daripada apapun yang mungkin dikatakan
atau dilakukan seseorang.

Sikap lebih penting
daripada penampilan, karunia, atau keahlian.
Hal yang paling menakjubkan adalah
Kita memiliki pilihan untuk menghasilkan
sikap yang kita miliki pada hari itu.

Kita tidak dapat mengubah masa lalu
Kita tidak dapat mengubah tingkah laku orang
Kita tidak dapat mengubah apa yang pasti terjadi

Satu hal yang dapat kita ubah
adalah satu hal yang dapat kita kontrol,
dan itu adalah sikap kita.

Saya semakin yakin bahwa hidup adalah
10 persen dari apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita,
dan 90 persen adalah bagaimana sikap kita menghadapinya.

Friday, December 12, 2014

BANK DUNIA KEMUNDURAN UNTUK PEREKONOMIAN INDONESIA


Sejarah Bank Dunia

Bank Dunia adalah sebuah lembaga keuangan global yang secara struktural berada di bawah PBB dan diistilahkan sebagai “specialized agency”. Bank Dunia dibentuk tahun 1944 sebagai hasil dari Konferensi Bretton Woods yang berlangsung di AS. Konferensi itu diikuti oleh delegasi dari 44 negara, namun yang paling berperan dalam negosiasi pembentukan Bank Dunia adalah AS dan Inggris. Tujuan awal dari dibentuknya Bank Dunia adalah untuk mengatur keuangan dunia pasca PD II dan membantu negara-negara korban perang untuk membangun kembali perekonomiannya.

Sejak tahun 1960-an, pemberian pinjaman difokuskan kepada negara-negara non-Eropa untuk membiayai proyek-proyek yang bisa menghasilkan uang, supaya negara yang bersangkutan bisa membayar kembali hutangnya, misalnya proyek pembangunan pelabuhan, jalan tol, atau pembangkit listrik. Era 1968-1980, pinjaman Bank Dunia banyak dikucurkan kepada negara-negara Dunia Ketiga, dengan tujuan ideal untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara tersebut. Pada era itu, pinjaman negara-negara Dunia Ketiga kepada Bank Dunia meningkat 20% setiap tahunnya.

Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global

Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara berkembang.

Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar. Sementara itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).

Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar AS.”

Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World Trade Organization).

Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter, namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis, yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.

Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.

Karena adanya SAP ini, tak dapat dipungkiri, pengaruh Bank Dunia terhadap politik dan ekonomi dalam negeri Indonesia juga sangat besar, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.

Kinerja Bank Dunia di Indonesia

Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.

RUBIANTO TANOTO (2009) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.

Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.

a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.

b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)

Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.

Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.

RUBIANTO TANOTO (2009), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.

1. Kerugian dalam bidang ekonomi
-Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
-Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
-Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
-Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
-Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.

2. Kerugian dalam bidang politik
- Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.

Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”

Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.

Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”

Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjebak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”

Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.

Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.

Melihat kinerja seperti ini, menurut SAYA (2009), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.

With my lovely life 🌹❤️

my lovely wife hanya maut yg memisahkan antara aku dan kamu