Monday, May 2, 2016

BANGKITNYA EKONOMI NEOLIBRALISME DAN TUMBUH SUBUR DAN MENGGURITA NKRI TERCINTA INI


Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian  neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan  distorsi dan hight cost ekonomy  yang kemudian akan berujung pada tindakan korutif .Paham ini memfokuskan pada asar bebasa dan perdagangan merobohkan hambatan untuk pergadangan internasional  dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar masyarakat atau rakyat sebuah negara dan moderenisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi.

Dalam kebijakan luar negeri, neoliberalisme erat kaitannya dengan pembukaan pasar luar negeri melalui cara-cara politis, menggunakan tekanan ekonomi, diplomasi, dan/atau intervensi militer. Pembukaan pasar merujuk pada perdagangan bebas
Neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politik muultilateral, melalui berbagai  kartelpengelolaan perdagangan seperti wto dan bank dunia  Ini mengakibatkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai titik minimum. Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah (seperti paham keynesianisme ), dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Untuk meningkatkan efisiensi  korperasi neoliberalisme berusaha keras untuk menolak atau mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum  dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya.
Neoliberalisme bertolakbelakang dengan sosialisme proteksionisme   dan  envitonmentalisme   Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan secara prinsip dengan poteksionisme, tetapi kadang-kadang menggunakan ini sebagai alat tawar untuk membujuk negara lain untuk membuka pasarnya. Neoliberalisme sering menjadi rintangan bagi erdagangan adil  dan gerakan lainnya yang mendukung hak hak buruh  dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas terbesar dalam  hubungan internasional  dan ekonomi.
Bagi kaum ,liberal  pada awalnya kaitalisme  dianggap menyimbolkan kemajuan pesat eksistensi masyarakat berdasarkan seluruh capaian yg telah berhasil dinraih. Bagi mereka, masyarakat pra-kapitalis adalah masyarakat  feodal yang penduduknya ditindas.
Bagi John locke  , filsuf abad 18, kaum liberal ini adalah orang-orang yg memiliki hak untuk 'hidup, merdeka, dan sejahtera'. Orang-rang yang bebas bekerja, bebas mengambil kesempatan apapun, bebas mengambil keuntungan apapun, termasuk dalam kebebasan untuk 'hancur', bebas hidup tanpa tempat tinggal, bebas hidup tanpa pekerjaan.
Kapitalisme membanggakan kebebasan seperti ini sebagai hakikat dari  penciptaannya. dan dalam perjalanannya, kapitalisme selalu menyesuaikan dan menjaga kebebasan tersebut. Misalnya masalah upah pekerja, menurut konsepsi kapitalis, semua keputusan pemerintah atau tuntutan publik adalah tidak relevan.
Kemudian paham yang terbentuk bagi kaum liberal adalah kebebasan, berarti: ada sejumlah orang yang akan menang dan sejumlah orang yg akan kalah. Kemenangan dan kekalahan ini terjadi karena persaingan. Apakah anda bernilai bagi orang lain, ataukah orang lain akan dengan senang hati memberi sesuatu kepada anda. Sehingga kebebasan akan diartikan sebagai memiliki hak-hak dan mampu menggunakan hak-hak tsb dengan memperkecil turut campur nya aturan pihak lain. "kita berhak menjalankan kehidupan sendiri"
Saat ini, ekonom seperti  Fiedrich Van hayek  dan  Milton Friedman  kembali mengulangi argumentasi klasik  Adam smith  danJS Mi;ton  menyatakan bahwa: masyarakat pasar kapitalis  adalah masyarakat yg bebas dan masyarakat yang produktif. Kapitalisme bekerja menghasilkan kedinamisan, kesempatan, dan kompetisi. Kepentingan dan keuntungan pribadi adalah motor yang mendorong masyarakat bergerak dinamis.
Kekalahan liberalisme
ejak masa kehancuran wall strett (dikenal dengan masa depresi hebat  atau  hingga awal 1970-an, wacana negeri industri maju masih 'dikuasai' wacana politik sosial demokrat  dengan argumen kesejahteraan.
Kaum elit politik dan pengusaha memegang teguh pemahaman bahwa salah satu bagian penting dari tugas pemerintah adalah menjamin kesejahteraan warga negara dari bayi sampai meninggal dunia. Rakyat berhak mendapat tempat tinggal layak, mendapatkan pendidikan, mendapatkan pengobatan, dan berhak mendapatkan fasilitas-fasilitas sosial lainnya.
Dalam sebuah konferensi moneter dan keuangan internasional yang diselenggarakan oleh  (PBB) di Bretton Woods  pada 1944 , setelah perang dunia  II Konferensi yang dikenal sebagai KONFERENSI Bretton woods  ini bertujuan mencari solusi untuk mencegah terulangnya depresi ekonomi pada masa sesudah perang. Negara-negara anggota PBB lebih condong pada konsep kesejahteraan  negara  sebagaimana digagas oleh john maynars keynes  Dalam konsep negara kesejahteraan, peranan negara dalam bidang ekonomi tidak dibatasi hanya sebagai pembuat peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi pula kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal  khususnya untuk menggerakkan sektor riil dan menciptakan lapangan kerja.
 Pada kondisi dan suasana seperti ini, tulisan Hayek pada tahun 1944, The Road to Serfdom, yg menolak pasal-pasal tentang kesejahteraan dinilai janggal. Tulisan Hayek ini menghubungkan antara pasal-pasal kesejahteraan dan kekalahan liberal, kekalahan kebebasan individualisme 
Kebangkitan Neoliberalisme
perubahan kemudian terjadi seiring krisis minyak dunia tahun 1973  akibat reaksi terhadap dukungan  Amerika Serikat terhadap israel l dalam perang yom kippur , dimana mayoritas negara-negara penghasil minyak di  timur tengah  melakukan embargo  terhadap AS dan sekutu-sekutunya, serta melipatgandakan harga minyak dunia, yang kemudian membuat para elit politik di negara-negara sekutu Amerika Serikat berselisih paham sehubungan dengan angka pertumbuhan ekonomi, beban bisnis, dan beban biaya-biaya sosial demokrat  (biaya-biaya fasilitas negara untuk rakyatnya). Pada situasi inilah ide-ide libertarian sebagai wacana dominan, tidak hanya di tingkat nasional dalam negeri tapi juga di tingkat global di  IMF dan world Bank 
Pada tahun 1975 di amerika serikat Robert Nozick  mengeluarkan tulisan berjudul  "Anarchy State and Utopia " , yang dengan cerdas menyatakan kembali posisi kaumultra minimalis ultra linertarian sebagai retorika dari lembaga pengkajian universitas, yang kemudian disebut dengan istilah "Reoganomics" 
Di inggris keith joseph   menjadi arsitek "Thatcherisme". Reaganomics atau Reaganisme menyebarkan retorika kebebasan yang dikaitkan dengan pemikiran Locke, sedangkan Thatcherisme mengaitkan dengan pemikiran liberal klasik Mill dan Smith. Walaupun sedikit berbeda, tetapi kesimpulan akhirnya sama: Intervensi negara harus berkurang dan semakin banyak berkurang sehingga individu akan lebih bebas berusaha. Pemahaman inilah yang akhirnya disebut sebagai "Neoliberalisme".
Paham ekonomi neoliberal ini yang kemudian dikembangkan oleh teori gagasan ekonomi neoliberal yang telah disempurnakan oleh Mazhab Chicago yang dipelopori oleh Milton Friedman.
Neoliberalisme bertujuan mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar, dengan pembenaran mengacu pada kebebasan.
Seperti pada contoh kasus upah pekerja, dalam pemahaman neoliberalisme pemerintah tidak berhak ikut campur dalam penentuan gaji pekerja atau dalam masalah-masalah tenaga kerja sepenuhnya ini urusan antara si pengusaha pemilik modal dan si pekerja. Pendorong utama kembalinya kekuatan kekuasaan pasar adalah privatisasi aktivitas-aktivitas ekonomi, terlebih pada usaha-usaha industri yang dimiliki-dikelola pemerintah.
Tapi privatisasi ini tidak terjadi pada negara-negara kapitalis besar, justru terjadi pada negara-negara Amerika Selatan dan negara-negara miskin berkembang lainnya. Privatisasi ini telah mengalahkan proses panjang nasionalisasi yang menjadi kunci negara berbasis kesejahteraan. Nasionalisasi yang menghambat aktivitas pengusaha harus dihapuskan.
Revolusi neoliberalisme ini bermakna bergantinya sebuah manajemen ekonomi yang berbasiskan persediaan menjadi berbasis permintaan. Sehingga menurut kaum Neoliberal, sebuah perekonomian dengan inflasi rendah dan pengangguran tinggi, tetap lebih baik dibanding inflasi tinggi dengan pengangguran rendah. Tugas pemerintah hanya menciptakan lingkungan sehingga modal dapat bergerak bebas dengan baik.
Dalam titik ini pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan memotong pengeluaran, memotong biaya-biaya publik seperti subsidi, sehingga fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan publik harus dikurangi.
Akhirnya logika pasarlah yang berjaya diatas kehidupan publik. Ini menjadi pondasi dasar neoliberalism, menundukan kehidupan publik ke dalam logika pasar. Semua pelayanan publik yang diselenggarakan negara harusnya menggunakan prinsip untung-rugi bagi penyelenggara bisnis publik tersebut, dalam hal ini untung rugi ekonomi bagi pemerintah. Pelayanan publik semata, seperti subsidi dianggap akan menjadi pemborosan dan inefisiensi. Neoliberalisme tidak mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum.
Tidak ada wilayah kehidupan yang tidak bisa dijadikan komoditi barang jualan. Semangat neoliberalisme adalah melihat seluruh kehidupan sebagai sumber laba korporasi. Misalnya dengan sektor sumber daya air, program liberalisasi sektor sumber daya air yang implementasinya dikaitkan oleh Bank Dunia dengan skemawatsal atau water resources sector adjustment loan. Air dinilai sebagai barang ekonomis yang pengelolaannya pun harus dilakukan sebagaimana layaknya mengelola barang ekonomis. Dimensi sosial dalam sumberdaya public goods direduksi hanya sebatas sebagai komoditas ekonomi semata. Hak penguasaan atau konsesi atas sumber daya air ini dapat dipindah tangankan dari pemilik satu ke pemilik lainnya, dari satu korporasi ke korporasi lainnya, melalui mekanisme transaksi jual beli. Selanjutnya sistem pengaturan beserta hak pengaturan penguasaan sumber air ini lambat laun akan dialihkan ke suatu badan berbentukkorporasi bisnis atau konsursium korporasi bisnis yang dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan swasta nasional atau perusahaan swasta atau bahkanperusahaan multinasional dan perusahaan transnasional.
Satu kelebihan neoliberalisme adalah menawarkan pemikiran politik yang sederhana, menawarkan penyederhanaan politik sehingga pada titik tertentu politik tidak lagi mempunyai makna selain apa yang ditentukan oleh pasar dan pengusaha. Dalam pemikiran neoliberalisme, politik adalah keputusan-keputusan yang menawarkan nilai-nilai, sedangkan secara bersamaan neoliberalisme menganggap hanya satu cara rasional untuk mengukur nilai, yaitu pasar. Semua pemikiran di luar rel pasar dianggap salah.

Kapitalisme neoliberal menganggap wilayah politik adalah tempat dimana pasar berkuasa, ditambah dengan konsep globalisasi dengan perdagangan bebassebagai cara untuk perluasan pasar melalui WTO, akhirnya kerap dianggap sebagai Neoimperialisme.

Penyebaran Neoliberalisme
Penerapan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara mencolok dimotori oleh Inggris melalui pelaksanaan privatisasi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mereka. Penyebarluasan agenda-agenda ekonomi neoliberal ke seluruh penjuru dunia, menemukan momentum setelah dialaminya krisis moneter oleh beberapa Negara Amerika Latin pada penghujung 1980-an. Sebagaimana dikemukakan Stiglitz, dalam rangka menanggulangi krisis moneter yang dialami oleh beberapa negara Amerika Latin, bekerja sama dengan Departemen keuangan AS dan Bank Dunia, IMF sepakat meluncurkan sebuah paket kebijakan ekonomi yang dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington.
Agenda pokok paket kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut dalam garis besarnya meliputi : (1) pelaksanan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya, (2) pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan, (3) pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan, dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.

di Indonesia

Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997.
Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN, diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan Aneka Tambang.







Sunday, May 1, 2016

National Award

NOT  AN AWARD THAT I FIND .BUT I HAD AN OBLIGATE TO CONTRIBUTION TO THIS COUNTRY NO MATTERS HOW SMALL IT



Saturday, April 30, 2016

TINJAUAN POLITIK EKONOMI MONETER INTERNASIONAL DALAM KAITANNYA DENGAN EKONOMI DAN KEUANGAN

Barangkali terdapat persamaan antara upaya-upaya kerjasama di bidang keuangan
internasional dengan upaya-upaya kerjasama di bidang perdagangan internasional. Di
bidang perdagangan internasional terdapat prakarsa pada tingkat multilateral untuk
memperkuat sistim perdagangan internasional, yaitu agar akses pasar meningkat secara
global (menuju global free trade) dan terdapat kepastian dan stabilitas dalam akses
tersebut untuk semua pesertanya (fair trade).
Pada saat ini sedang berlangsung proses perundingan internasional dalam kerangka WTO
yang dikenal sebagai Doha Round atau Doha Development Agenda (DDA). Upaya ini
telah mengalami berbagai hambatan sehingga proses itu hampir terhenti (Pertemuan
Menteri di Seattle dan di Cancun). Proses pada tingkat multilateral ini sulit dan lambat,
antara lain karena melibatkan jumlah Negara yang banyak dengan berbagai kepentingan
yang berbenturan. Oleh karena itu, tetapi juga oleh karena beberapa faktor lain, sejumlah
negara atau kelompok negara mengambil langkah untuk melakukan kerjasama secara
regional atau bahkan secara bilateral. Maka kini ruang diplomasi perdagangan
internasional dipadati oleh berbagai prakarsa regional (RTAs atau regional trading
arrangements) dan bilateral (bilateral FTAs free trade agreements). Negara seperti
Amerika Serikat, tetapi juga Singapura dan Thailand, kini menerapkan strategi yang
melibatkan upaya di semua tingkatan (multi-tier strategy) multilateral/global, regional,
dan bilateral dalam upaya mereka untuk memperbesar akses pasar dan meningkatkan
kepastian akses tersebut. Tetapi negara-negara ini dalam retorikanya menyatakan bahwa

2
upaya-upaya regional dan bilateral itu dimaksudkan sebagai batu loncatan atau building
blocks bagi tercapainya global free trade.
APEC, misalnya, mempolakan agenda perdagangannya tidak hanya untuk merealisir apa
yang disebut free and open trade in the region tetapi juga untuk memperkuat sistim
perdagangan internasional (WTO). Prakarsa regional APEC bukan untuk membentuk
suatu kerjasama perdagangan yang diskriminatif, seperti NAFTA atau EU, tetapi
mengembangkan apa yang disebut open regionalism melalui modalitas concerted
unilateral (trade and investment) liberalization serta upaya-upaya fasilitasi dan
kerjasama ekonomi dan teknikal. Modalitas mendorong upaya-upaya nasional
(unilateral) melalui apa yang disebut Individual Action Plans (IAPs). AFTA merupakan
prakarsa negara-negara ASEAN dalam jangkauan yang lebih terbatas tetapi secara formal
merupakan RTA. ASEAN+3 juga mengarah pada prakarsa perdagangan regional,
walaupun kini baru bisa menyepakati beberapa prakarsa ASEAN+1.
Di bidang kerjasama keuangan internasional juga terdapat sejumlah prakarsa pada tingkat
multilateral dan regional serta bilateral. Di tingkat global/multilateral telah dilontarkan
gagasan mereformasi arsitektur keuangan global/internasional (international financial
architecture) atau membentuk suatu arsitektur yang baru. Tujuan utama kerjasama
keuangan internasional adalah untuk menjaga dan meningkatkan stabilitas keuangan.
Dari perspektif pembangunan (negara-negara berkembang) sebenarnya suatu arsitektur
keuangan internasional juga harus dapat menjamin peningkatan akses pada sumber daya
keuangan, termasuk akses pada likuiditas internasional pada saat menghadapi atau dalam
upaya mengatasi suatu krisis ekonomi finansial.
Upaya-upaya di tingkat multilateral/global tidak banyak mengalami kemajuan. Bahkan
reformasi arsitektur keuangan internasional tidak lagi menjadi agenda utama. Tetapi salah
satu hal yang membedakan upaya di bidang keuangan dengan upaya di bidang
perdagangan pada tingkat multilateral ini adalah bahwa dalam proses reformasi keuangan
internasional representasi negara-negara berkembang sangat terbatas dan lemah, bahkan
tidak dilibatkan dalam Financial Stability Forum (kecuali Hong Kong dan Singapura)

3
dan G-10 Basel Committees. Pembahasan pada tingkat multilateral lebih banyak
menyarankan reformasi pada tingkat nasional (memperkuat kebijakan ekonomi makro
dan regulasi keuangan di negara-negara berkembang) daripada pada tingkat internasional.
Yang belum dapat dirumuskan pada tingkat internasional adalah modalitas bagi
tanggapan secara terkoordinir (coordinated atau bahkan concerted response). G-20 yang
melibatkan sejumlah negara berkembang (termasuk Indonesia) merupakan suatu
mekanisme dialog yang bersifat informal.
Pertanyaan yang segera dapat dilontarkan adalah: Apakah sebaiknya upaya-upaya dan
kerjasama keuangan internasional dipusatkan pada tingkat regional? Di kawasan Asia
Timur terdapat berbagai prakarsa kerjasama keuangan regional, khususnya setelah terjadi
krisis ekonomi keuangan. Salah satu yang paling menonjol adalah Chiang Mai Initiative
(CMI) yang melibatkan negara-negara ASEAN+3. Upaya untuk melansir suatu prakarsa
dalam kerangka kerjasama APEC mengalami kegagalan dan menghasilkan suatu Manila
Framework Group yang tidak melibatkan semua negara APEC. Gagasan Jepang untuk
membentuk suatu Asian Monetary Fund (AMF) juga menemui kegagalan. Di kawasan
yang lebih sempit, ASEAN telah mengembangkan suatu surveillance process, walaupun
usulan semula adalah menciptakan suatu surveillance mechanism.
Ataukah upaya-upaya perlu dilakukan pada semua tingkatan? Bila demikian, agenda apa
yang harus diperjuangkan dan bisa dilaksanakan pada masing-masing tingkatan?
Di tingkat multilateral, Griffith-Jones dan Ocampo (2003) menyarakan agar tujuan
(goals) dari reformasi arsitektur keuangan internasional diperluas yaitu: (a) mencegah
krisis mata uang dan perbankan dan mengatasnya secara lebih baik apabila terjadi; dan
(b) mendukung penyediaan sumber daya finansial yang cukup bagi negara-negara
berkembang, termasuk yang termiskin. Untuk itu, arsitektur keuangan internasional
harus:
(a) guarantee the consistency of national macroeconomic policies with stability
of growth at the global level as a central objective; (b) offer appropriate

4
transparency and regulation of international financial loan and capital markets,
and adequate regulation of domestic financial systems and cross-border capital
account flows; (c) provide sufficient international official liquidity in crisis
conditions; (d) supply acceptable mechanisms for standstill and orderly debt
workouts at the international level; (e) provide appropriate mechanisms for
development finance.
Hingga sekarang belum terdapat kesepakatan mengenai agenda reformasi internasional.
Dari berbagai perdebatan dapat disimpulkan bahwa sekurang-kurangnya agenda
reformasi meliputi bidang-bidang: (a) penadbiran (governance) arus modal internasional,
(b) sistim nilai tukar, (c) mekanisme debt workout, (d) reformasi IMF, dan (e)
penadbiran keuangan internasional. Konsensus Monterrey (Maret 2002) sebenarnya juga
telah menggariskan suatu agenda yang komprehensif. Proses reformasi yang berlangsung
saat ini sangat asimetris karena terpusat pada upaya memperkuat kebijakan
makroekonomi dan regulasi keuangan di negara-negara berkembang.
Menurut Griffith-Jones dan Ocampo, perkembangan yang menunjukkan kemajuan adalah
dalam hal pengembangan codes and standards untuk menghindarkan krisis.
Perkembangan yang cukup adalah dalam hal marcroeconomic surveillance and
mechanisms untuk menjamin kebijakan ekonomi makro yang coherent. Sebaliknya, yang
belum menunjukkan kemajuan adalah dalam hal penggunaan SDR sebagai instrument
pembiayaan IMF.
Untuk mengkoreksi proses reformasi yang lamban ini diusulkan dua hal. Pertama, suatu
grand bargain, yaitu agar negara-negara berkembang bersedia melaksanakan secara
serius berbagai prakarsa yang menjadi kepentingan negara-negara maju apabila negaranegara
maju bersedia melaksanakan reformasi dalam sistim keuangan global yang dapat
menjamin arus modal yang semakin stabil bagi negara-negara berkembang dan
memperkecil kemungkinan terjadinya krisis yang mahal. Kedua, proses reformasi yang
sangat asimetris ini mencerminkan realitas politik dan bahwa negara-negara G-7 tidak

5
bersungguh-sungguh ingin melakukan reformasi. Oleh karena itu negara-negara
berkembang perlu melantangkan suara mereka dalam berbagai pembahasan di tingkat
internasional. Untuk itu tidak hanya perlu diupayakan untuk meningkatkan keterlibatan
negara-negara berkembang dalam forum-forum internasional, tetapi diperlukan upaya
untuk meningkatkan pengetahuan teknis mengenai masalah-masalah yang semakin
kompleks.
Di tingkat regional (Asia Timur), Dobson (2003) mencatat kemajuan dalam rangka CMI
tetapi belum memadai untuk menghindarkan atau mengatasi krisis seperti yang terjadi
pada tahun 1997/98. Selain itu, belum ada kesepakatan apakah CMI merupakan upaya
awal kearah kerjasama moneter untuk menciptakan stabilitas nilai tukar. Lebih jauh dari
itu, Dobson melihat beranggapan bahwa Asia Timur belum dapat memenuhi beberapa
persyaratan untuk dapat mengarah pada tujuan tersebut sebab negara-negara di kawasan
ini belum bersedia untuk melepaskan sebagian dari kedaulatannya kepada suatu
mekanisme kerjasama yang dapat memaksakan suatu negara untuk melakukan
penyesuaian dalam kebijakannya.
Oleh karena itu, upaya-upaya di kawasan ini yang dapat dilakukan untuk memperdalam
integrasi finansial adalah: (1) mengembangkan pasar obligasi regional; dan (2)
meningkatkan kerjasama untuk memperkuat dan memodernisasi lembaga-lembaga dan
pasar keuangan domestik.
Sebagai penutup kiranya dapat dinyatakan kembali bahwa upaya-upaya di tingkat
internasional/multilateral dan di tingkat regional dapat saling melengkapi. Keduanya
diperlukan. Suatu pengaturan (arsitektur) regional dapat lebih disesuaikan dengan kondisi
regional, dan negara-negara dalam kawasan yang sama mempunyai kepentingan bersama
yang lebih besar, sementara pengaruh yang saling dirasakan juga lebih kuat.
Untuk dapat saling melengkapi maka tujuan dan pola operasi antara keduanya harus
sejalan (dan konsisten), agar terhindar adanya distorsi seperti moral hazard. Aturanaturan
untuk ini belum dirumuskan. Itulah sebabnya timbul persoalan ketika gagasan

6
Asian Monetary Fund dilontarkan. Henning (2002) mengusulkan dibentukan suatu
financial equivalent of GATT Article XXIV yang menetapkan prinsip-prinsip
regionalisme di bidang keuangan.
Referensi:
Dobson, Wendy (2003), Asia Pacific Regional Architecture and Financial Market
Integration, Makalah disampaikan pada Konperensi PAFTAD (Pacific Trade and
Development) ke 29 di Jakarta, 15-17 Desember.
Henning, C. Randall (2002), East Asian Financial Cooperation, Policy Analysis in
International Economics, No. 68, Washington, D.C.: Institute for International
Economics, September.
Griffth-Jones, Stephany dan Ocampo, Jose Antonio (2003), What Progress on
International Financial Reform? Why so Limited? Expert Group on Development Issues,

rubiantotanoto999@gmail.com



THE POUNDATION OF A NATION’S ECONOMY THE STRONGEST ARE THE PEOPLE OF HIS MORALITY AND THE MORALITY POLITICIANS.
POLITICAL PARTIES IS INSTITUTION YOU MUST REMEMBERS THAT EVERYONE

Thursday, April 28, 2016

SITIMULUS FISKAL PENANGKAL DAMPAK KRISIS EKONOMI


Stimulus Fiskal istilah yg populer saat terjadi krisis global. Indonesia sebagai negara berkembang dianggap berhasil menerapkan kebijakan tersebut karena pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dipertahankan diatas 4 persen selama 2009. Padahal negara2 lain justru mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Berikut ditampilkan pertumbuhan ekonomi triwulanan beberapa negara dunia pada tahun 2009:

Grafik tersebut menggambarkan bahwa selain Cina, Indonesia termasuk segelintir negara mampu bertahan dalam pertumbuhan ekonomi positif di tahun 2009 ditengah terpaan krisis global. Indonesia dapat menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, padahal negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang mengalami perlambatan ekonomi yang sangat tajam.

Benarkah Kebijakan stimulus fiskal telah begitu ampuh menangkal dampak krisis global yang dasyat? Dan apakah sebenarnya stimulus fiskal itu?

Kebijakan Fiskal dan Stimulus Fiskal
    Menurut Dono Iskandar Djojosubroto (2004), kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Di samping pengaruh dan selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit dan surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara. Di dalam perhitungan defisit dan surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perlu diperhatikan jenis- jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.

Di sisi lain, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasional pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri tidak termasuk dalam penghitungan pengeluaran negara.

Menurut Keynesian, kebijakan fiskal memiliki effect multiplier pada pendapatan. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah pada masa krisis mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal untuk memacu perekonomiannya. Salah satunya yang populer pada saat krisis global 2008 adalah instrumen ekonomi berupa stimulus fiskal. Secara garis besar, komposisi dari stimulus fiskal adalah berupa pengurangan beban pajak dan tambahan belanja pemerintah (increased spending). Dalam Mankiw (2003) disebutkan alasan kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda (multiplied effect) terhadap pendapatan adalah karena berdasarkan fungsi konsumsi C= C(Y-T), pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi. Ketika kenaikan belaja pemerintah meningkatkan pendapatan, itu juga meningkatkan konsumsi, yang selanjutnya meningkatkan pendapatan, kemudian meningkatkan konsumsi, dan seterusnya.  

Stimulus fiskal dianggap sebagai solusi yang efektif dalam meredam masa resesi yang kelam dan memacu pertumbuhan ekonomi serta mengurangi gap antara GDP potensial dan GDP aktual yang terjadi akibat hilangnya output karena hantaman krisis. Bahkan menurut Congressional Budget Office (CBO) di Amerika Serikat, tanpa stimulus, tingkat pengangguran dapat meningkat hingga 10 persen. Selain itu, dengan krisis global yang melanda Amerika, diprediksi terjadi kerugian produksi sebesar $2 triliun untuk tahun 2009 dan 2010.

Dengan alasan tersebut, Amerika dan beberapa negara di Eropa dan Asia pun sudah mengeluarkan stimulus fiskal untuk menyelamatkan perkonomian. Negara tersebut adalah AS yang mengeluarkan 1,2% stimulus fiskal dari PDB-nya yakni sebesar US$787 miliar, Inggris 1,1% dari PDB-nya, China 0,6% dari PDB-nya, Jepang 1,0% PDB-nya, Korea Selatan 0,9% PDB-nya, Australia 1,5% PDB-nya, India 0,9% PDB-nya, Singapura 1,1% PDB-nya, Thailand 1,8% PDB-nya, dan Malaysia 4,4% PDB-nya. Sebagian besar dari negara-negara diatas menyalurkan dana stimulus untuk program-program kerakyatan yang bertujuan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Stimulus Fiskal di Indonesia
Indonesia pun mengambil langkah kebijakan stimulus fiskal dalam menghadapi perlambatan ekonomi yang terjadi. Indonesia sebagai small open economy cukup mengagumkan dengan masih mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif di tahun 2009, padahal negara-negara lain mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1% pada tahun 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 6,3%, dan pertumbuhan ekonomi menjadi sebesar 4,4 % pada tahun 2009.

Kebijakan stimulus fiskal Indonesia bertujuan membantu rakyat miskin yang terkena dampak buruk dari krisis global. Dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian yang terjadi, penduduk miskin merupakan elemen masyarakat yang paling rentan terkena dampak krisis.

Dengan demikian kebijakan fiskal berupa stimulus dilakukan melalui tiga cara dan sekaligus untuk tiga tujuan yakni pertama: mempertahankan dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk mendapat laju pertumbuhan konsumsi; kedua: mencegah PHK dan meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi dunia; danketiga: menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan belanja infrastruktur padat karya.

Program-program stimulus fiskal yang dibuat adalah pemberian kenaikan gaji PNS dan TNI-Polri, kenaikan gaji pensiun serta bantuan langsung tunai (BLT). Untuk peningkatan daya tahan dan daya saing dunia usaha, pemerintah memberikan keringanan dan penurunan tarif pajak serta subsidi PPN guna menjaga kelangsungan proses produksi sehingga resiko PHK dapat diminimalkan.

Selanjutnya dalam mengantisipasi bertambahnya jumlah pengangguran, pemerintah telah menambah proyek pembangunan infrastruktur di 10 Kementerian teknis/sektoral yang nilainya mencapai Rp.12,2 triliun. Proyek ini diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi 1 juta orang.

Berdasarkan data yang ada, ketiga target tersebut dapat dicapai. Seperti telah disebutkan di atas, pertumbuhan ekonomi memang dapat dipertahankan di atas 4 %, bahkan mencapai 5,4 % di kuartal ke-4 tahun 2009. Sementara itu, pengangguran pada 2009 juga menurun sebesar 168.626 juta jiwa atau 1,82 %. Kemiskinan pada tahun 2009 pun menurun sebesar 2,43 juta jiwa atau sebesar 7,47%. Penurunan pengangguran dan kemiskinan dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: BPS
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pengangguran dan kemiskinan di Indonesia memiliki tren yang cenderung menurun. Meski Indonesia terkena dampak krisis global pada awal 2008, namun krisis tersebut tidak terlalu mempengaruhi kedua indikator makroekonomi tersebut.

    Menurut laporan Bappenas, Penyerapan anggaran kegiatan stimulus fiskal sampai dengan akhir Desember 2009 adalah sebesar 93,61% dari total anggaran sebesar Rp. 11,549 triliun, sedangkan realisasi fisiknya mencapai 94,73% dari rencana. Kementerian PU menyerap 97,46%, Kemenhub menyerap 94,58%, Kementerian ESDM menyerap 98,47%, KKP menyerap 96,78%, Kemendag menyerap 94,26%, Kemenkes menyerap 99,86%, Kemennakertrans menyerap 84,43%, Kemenpera menyerap 99,29%, dan Kementerian Koperasi dan UKM menyerap 93,44%. Dari seluruh kegiatan tersebut, jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 1.072.612 orang, atau 79,87% dari yang direncanakan.

Sementara itu, total dana yang tak terserap sebesar 6,96%, Rp.365 miliar atau 3,16% dari total pagu merupakan anggaran yang dikelola Bendaharawan Umum Negara untuk subsidi bahan baku obat dan air bersih. Penyebab tak terserapnya anggaran dikarenakan dana subsidi yang semula dialokasikan untuk mengantisipasi gejolak kurs akibat krisis fiskal, ternyata tidak terjadi sehingga dana dimaksud tidak dicairkan.

Sisa dana lainnya yang tidak terserap umumnya berasal dari efisiensi atau penghematan saat pelelangan, walaupun terdapat pula beberapa kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan. Beberapa penyebabnya adalah karena adanya kegiatan yang dananya “di-bintang” oleh Kermenkeu seperti terjadi di Kemenhub (kegiatan pembangunan Pelabuhan Konawe). Sementara itu, terjadinya keterlambatan DIPA juga menjadi penyebab rendahnya penyerapan sebagaimana terjadi di Kemennakertrans, terdapat DIPA yang baru diterima tanggal 24 November 2009 sehingga waktu yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan kurang dari sebulan. Faktor penyebab lainnya adalah tidak tersedianya tanah untuk kegiatan seperti yang terjadi di Kemenhub (pembangunan pelabuhan Kuala Semboja), Kemendag (pembangunan pasar di beberapa daerah), dan Kementerian Koperasi dan UKM (pembangunan pasar di Penajem Kalimantan Timur). Penyebab lainnya adalah karena kondisi alam berupa gelombang tinggi telah menyebabkan dibatalkannya pembangunan pelabuhan.

Selain sebab-sebab keterlambatan atau pembatalan di atas, terdapat pula kegiatan tertunda sebagai akibat kondisi cuaca, yaitu pembangunan pasar di Kabupaten Anambas, karena kapal pengangkut bahan tenggelam akibat cuaca buruk.

Stimulus fiskal tersebut memang telah mencapai target yakni terserap lebih dari 90 persen. Namun capaian tersebut tidak boleh menjadi titik henti dalam memperbaiki perekonomian negara. Good Governance harus terus diterapkan. Hukum harus selalu dijunjung tinggi. Dan korupsi harus diberantas setiap saat. Dengan demikian Indonesia tidak hanya dapat mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi saja, melainkan juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BEBAN EKONOMI 2016 KIAN BERAT DAN LESU


Indonesia memang terbilang sukses dalam mengantisipasi dampak krisis keuangan global yang menerpa negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat di tahun 2008.
 Padahal sampai hari ini beban kerusakan ekonomi yang ditimbulkan masih terasa. Di Amerika saja angka pengangguran dari hari ke hari semakin bertambah. Hingga akhirnya membuat Presiden Barack Obama harus mengemis mencari ladang pekerjaan bagi warganya ke Asia.


Beban Ekonomi 2016 Kian Berat
ndonesia memang terbilang sukses dalam mengantisipasi dampak krisis keuangan global yang menerpa negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat di tahun 2008.

Padahal sampai hari ini beban kerusakan ekonomi yang ditimbulkan masih terasa. Di Amerika saja angka pengangguran dari hari ke hari semakin bertambah. Hingga akhirnya membuat Presiden Barack Obama harus mengemis mencari ladang pekerjaan bagi warganya ke Asia.

Lantas, bagaimana dengan ekonomi Indonesia di tahun 2011? Sepanjang tahun 2010 ekonomi Indonesia masih dibilang stagnan. Belum ada pencapaian ekonomi yang sepktakuler yang mampu mengangkat kualitas hidup masyarakat Indonesia ke tahap yang lebih baik. Meskipun harus diakui jika pertumbuhan ekonomi naik sampai 6%.

Sejumlah pengamat memprediksi masih ada ancaman yang cukup serius yang akan dihadapi Indonesia di tahun 2011. Beberapa catatan itu antara lain gejolak harga pangan dunia serta dampak pembatasan konsumsi BBM bersubsidi yang bisa menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2011.

Menurut Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa, kedua faktor itu bisa memicu terjadinya inflasi dan mengerek suku bunga acuan Bank Indonesia yang kini ada di 6,5%. Kenaikan itu bisa mengambat pertumbuhan ekonomi 2016

Meskipun ia menilai prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum cerah hingga 2016. Ia tidak melihat adanya gangguan signifikan bagi Indonesia untuk tumbuh 6,4% di 2011. Kecuali gejolak ekonomi dunia yang berpeluang mengancam stabilitas ekonomi dalam negeri.   

Purbaya memperkirakan harga pangan dunia akan terus meningkat. Karena itu, pemerintah harus mengantisipasi sehingga tidak menyebabkan inflasi tinggi. "Sejak awal tahun ini sudah terlihat tekanan inflasi dari sektor pangan cukup signifikan," katanya dalam HIPMI Economic Outlook 2015

Senada dengan itu, pengamat ekonomi ECONIT Hendri Saparini menilai tantangan ekonomi Indonesia di tahun 2011 semakin berat. Ia menilai pembatasan subsidi BBM menjadi pemicu yang memberatkan ekonomi di tahun 2016 

"Jadi kalau kita lihat harga minyak terus meningkat sementara kita sedang dalam masa recovery, tiba-tiba mengurangi subsidi itu artinya akan menekan daya saing kita. Daya saing produk dan jasa Indonesia. Ini mestinya ada sesuatu yang harus diwaspadai, mestinya ini menjadi pilihan kebijakan yang terakhir, karena pembebanan dengan pengurangan subsidi, itu dipastikan akan memberatkan ekonomi," katanya kepada 

Pembatasan subsidi BBM dengan membebankan kepada rakyat sangatlah tidak fair. Terlebih, DPR maupun Pemerintah belum memiliki struktur biaya produksi BBM secara rinci. Padahal kalau itu dimiliki, kata Hendri, maka akan ada pos-pos pengeluaran atau pos biaya di dalam struktur produksi BBM yang sebenarnya bisa dilakukan secara efisien, seperti pengadaan minyak mentah.

"Bayangkan, hingga hari ini masih ada peran dari broker, hingga itu mengakibatkan kenaikan harga 1 sampai 2 dolar. Ini tidak pernah dilakukan pemerintah, koreksi ini padahal kita sudah sampaikan sejak tahun 2005," katanya.

Selain itu, perlu adanya alternatif kebijakan agar kilang minyak dalam negeri disuplay oleh minyak yang diproduksi dalam negeri pula. Kalau kemudian pemerintah tidak mau melakukan upaya keras dan tidak memaksa mengalihakan beban ini kepada masyarakat luas ini sangat tidak fair.

"Kalau dikatakan penghematan ini digunakan untuk infrastruktur, beberapa kali konversi kenaikan minyak ini untuk membangun infrastruktur. Kita ingat tahun 2005, dana konversi ini akan digunakan untuk energi alternatif, hingga hari ini belum ada energi alternatif dari BBM. Waktu itu ada batu bara, tetapi hanya setengah jalan, kemudian tidak digunakan lagi, kemudian ada niagara, itu juga tidak dilakukan lagi. Jadi kalau sekarang ini dilakukan penghematan subsidi yang pasti masyarakat itu akan mengalami beban yang lebih berat, sementara belum tentu itu bisa meningkatkan efisiensi ekonomi

With my lovely life 🌹❤️

my lovely wife hanya maut yg memisahkan antara aku dan kamu