Sunday, May 8, 2016

SEKTOR RIIL DAN KEUANGAN PEMERINTAH


Persoalan ekonomi Indonesia bukan karena kekurangan dana. Likuiditas tersedia cukup besar di sektor keuangan, terutama perbankan, dan likuiditas dari luar negeri setiap saat dapat masuk Indonesia selama ada kegiatan yang menguntungkan dengan risiko manageable.
Seperti dikemukakan Gubernur BI, hingga Februari dana tersimpan di SBI mencapai Rp 237 triliun dan kemungkinan bisa mencapai Rp 300 triliun. Dana ini praktis tidak digunakan untuk kegiatan produktif, kecuali untuk menjaga stabilitas moneter. Akibatnya, bunga yang harus dibayar sekitar Rp 20 triliun setahun.
Aliran dana
Banyak pihak mengkritik perbankan tidak mengalirkan dana memadai ke sektor riil, tetapi mengalokasikan dana cukup besar ke SBI dan obligasi. Bank juga dikritik kurang efisien dengan mempertahankan perbedaan (spread) antara bunga pinjaman dan biaya mendapatkan dana (cost of fund) cukup besar.
Kritik ini ada benarnya. Namun, perlu diingat, sejak liberalisasi keuangan dan terutama sejak krisis, perbankan pada umumnya bersifat sepenuhnya komersial, jadi pengelola bank akan mengalokasikan dananya pada kegiatan yang menguntungkan dengan risiko terjaga. Apalagi bank, sedangkan BI sendiri menurut UU tidak lagi menjadi penggerak pembangunan secara langsung, dalam pengertian mendorong perkembangan kegiatan ekonomi.
Baik BI sebagai otoritas moneter maupun pemerintah tidak mempunyai pengaruh besar untuk mengarahkan aliran dana perbankan, kecuali secara tidak langsung melalui kebijaksanaan moneter dan fiskal. Bahkan, untuk bank milik negara sekalipun, seperti Bank Mandiri dan BNI, pemerintah tidak mempunyai pengaruh besar lagi, apalagi jika privatisasi kedua bank ini dilanjutkan. Inilah konsekuensi logis liberalisasi.
Karena itu, selama kegiatan ekonomi di sektor riil, terutama investasi masih dipandang berisiko tinggi, dan langkanya perusahaan yang dianggap bankable, terutama dari sisi keadaan keuangan, maka bank tidak akan mengalokasikan kredit pada kegiatan ini seperti diharapkan. Sedangkan kegiatan yang dianggap BI dan pengkritik sudah berlebihan menerima aliran dana, terutama kredit konsumsi, seperti kartu kredit, pemilikan kendaraan bermotor, dan pemilikan rumah, akan terus tumbuh karena pengelola bank melihat kegiatan ini masih menguntungkan dan risikonya dapat dikelola secara memadai.
Inilah dilema penerapan liberalisasi keuangan saat perekonomian masih dalam pembangunan. Namun, kita tidak dapat menyesalinya dan membalik perbankan menjadi dapat dikendalikan pemerintah karena sistem ekonomi sudah terbuka dan kepemilikan bank sudah banyak di tangan investor asing dan publik. Jika kita memaksakannya, kemungkinan hanya akan memperburuk keadaan ekonomi karena dianggap tidak ada konsistensi kebijakan.

Keuangan dan sektor riil
Jika pemerintah ingin menggerakkan sektor riil dengan sistem keuangan, pemerintah harus memperbaiki kemampuannya menstimulasi perekonomian. Ini berarti penggunaan anggaran di pusat dan daerah harus lebih efektif. Selanjutnya, SBI sudah saatnya diganti obligasi jangka pendek atau Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sehingga dana yang terserap dapat digunakan dalam anggaran. Dalam hal ini tampaknya pemerintah segera menerbitkan SPN berjangka satu tahun yang disesuaikan dengan APBN dalam hal jumlah penerbitan obligasi. Selanjutnya, pemerintah dapat mempertimbangkan penerbitan SPN berjangka waktu enam bulan.
Tentu saja pekerjaan rumah untuk memperbaiki iklim investasi yang sudah dinyatakan berkali-kali 

harus dijalankan dengan lebih baik. Jika investasi langsung tidak dapat berkembang, jangan harap kredit perbankan akan mengalir lebih besar pada kegiatan investasi. Perlu diingat, investasi, apalagi dalam proyek besar seperti infrastruktur, sebagian besar pendanaannya seharusnya datang dari ekuitas, bukan kredit dari bank. Jika bank dipaksa membiayai bagian besar proyek infrastruktur, risikonya amat tinggi. Jadi, jika pemerintah ingin menggerakkan sektor riil sebaiknya kembali kepada diri sendiri lebih dulu apa yang dapat dilakukan.
Jika hal itu dapat berjalan, perbankan tidak perlu dipaksa akan dengan sukarela masuk pembiayaan investasi karena menguntungkan dan dengan risiko yang dapat dikelola dengan baik. Selanjutnya, perkembangan ekonomi akan berjalan lebih seimbang dan bersambungan antara sektor keuangan dan riil.

Jembatan sektor keuangan dan riil
Sebenarnya, perbankan telah mengalirkan kredit cukup besar dalam kegiatan sektor riil langsung, bukan hanya melalui kredit konsumsi, dengan memberi modal kerja UKM dalam jumlah besar. Namun, UKM yang bisa dibiayai perbankan adalah yang mempunyai laporan keuangan memadai karena demikianlah peraturan BI dan sesuai manajemen risiko perbankan.
Jika pemerintah dan masyarakat menginginkan perluasan jangkauan pembiayaan untuk UKM, maka menjadi tugas pemerintah dan dunia usaha lebih luas untuk mengembangkan program pengembangan UKM yang lebih sistematis dan efektif. Pada perkembangan tertentu UKM akan dapat dibiayai bank. Tentu ada kritik, bank tidak bersedia mengambil risiko yang lebih besar karena syarat supervisi perbankan dari BI dan menjadi sifat perbankan untuk membiayai kegiatan ekonomi yang risikonya dapat dikelola dengan baik.

Jadi, menjembatani sektor keuangan dan riil dalam perekonomian terbuka membutuhkan sinergi kedua pihak, fasilitas, dan stimulasi, terutama dari otoritas fiskal, karena sejauh ini dapat dikatakan otoritas moneter cukup optimal dalam menurunkan suku bunga. Hal ini membutuhkan perbaikan besar dalam kapasitas masing-masing lembaga pemerintah maupun swasta untuk dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

No comments:

Post a Comment

put your email addreass

With my lovely life 🌹❤️

my lovely wife hanya maut yg memisahkan antara aku dan kamu